Runtuhnya Tembok di Hati

Malam itu, Zera duduk di balkon kecil apartemennya, memandangi lampu-lampu kota yang berpendar. Gelas teh hangat di tangannya tidak membuat dingin malam terasa lebih ramah. Ponselnya bergetar di meja kecil di sampingnya, menampilkan nama yang sudah ia kenal: Bara.

“Aku tidak tahu harus bilang apa,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Sudah lebih dari tiga bulan sejak ia mengenal Bara, seorang pria dengan senyum hangat dan tawa yang menular. Bara datang ke dalam hidup Zera seperti angin segar, membawa percikan baru ke hari-harinya yang biasanya datar. Tapi, setiap kali Zera merasa nyaman dengan Bara, hatinya kembali diguncang ketakutan.

“Bagaimana kalau dia hanya berpura-pura? Bagaimana kalau dia seperti yang dulu?” bisik suara kecil di kepalanya.

***

Beberapa tahun sebelumnya, Zera menjalin hubungan dengan Aldo, pria yang ia pikir akan menjadi pasangan hidupnya. Aldo adalah sosok yang tampaknya sempurna: perhatian, humoris, dan selalu tahu bagaimana membuat Zera merasa istimewa. Namun, di balik semua itu, Aldo memiliki rahasia yang menghancurkan hati Zera.

Suatu malam, Zera tak sengaja membuka ponsel Aldo yang tergeletak di meja. Ia tidak bermaksud mengintip, tetapi notifikasi yang muncul membuat hatinya terhenti. Ada pesan dari seorang wanita bernama Livia, penuh dengan kata-kata yang seharusnya tidak ditujukan kepada pria yang sudah memiliki pasangan.

“Aku bisa jelasin,” kata Aldo dengan wajah panik ketika Zera mengonfrontasinya.

Namun, penjelasan itu tidak pernah cukup. Pengkhianatan Aldo meninggalkan bekas luka yang mendalam di hati Zera. Sejak saat itu, ia membangun tembok tinggi di sekeliling dirinya, bertekad untuk tidak lagi mempercayai siapa pun sepenuhnya.

***

Zera bertemu Bara di sebuah acara komunitas buku. Bara, dengan kemeja flanelnya dan kacamata yang sedikit miring, mendekati Zera dengan cara yang sederhana namun memikat.

“Kamu suka novel ini juga?” tanyanya, sambil menunjuk buku yang sedang dipegang Zera.

Percakapan itu menjadi awal dari hubungan mereka. Bara adalah sosok yang ramah dan penuh perhatian. Ia selalu mendengarkan cerita Zera, bahkan yang terkecil sekalipun.

Namun, semakin dekat mereka, semakin besar ketakutan Zera. Setiap perhatian Bara terasa seperti ancaman. Ia takut Bara hanya akan menjadi pengulangan dari Aldo—manis di awal, tetapi penuh kebohongan di belakang.

***

Bara adalah seseorang yang sibuk. Sebagai seorang desainer interior, ia sering harus bekerja lembur atau bertemu klien di luar jam kerja. Hal ini sering memicu kekhawatiran Zera.

Suatu malam, Bara mengirim pesan bahwa ia tidak bisa bertemu karena harus menyelesaikan proyek mendadak. Zera, yang sudah bersiap untuk kencan mereka, merasa emosinya berkecamuk.

“Apakah dia benar-benar bekerja? Atau ada orang lain?” pikir Zera, meskipun ia tahu pikiran itu tidak adil.

Ia mencoba menenangkan diri dengan menonton serial favoritnya, tetapi pikirannya terus melayang pada kemungkinan buruk. Akhirnya, ia mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat.

“Kamu benar-benar sibuk, kan? Bukan karena alasan lain?”

Pesan itu hanya dibaca oleh Bara tanpa balasan selama beberapa menit, membuat Zera semakin gelisah. Ketika balasan akhirnya datang, pesannya sederhana:

“Aku tahu ini sulit untukmu, tapi aku benar-benar sedang bekerja. Aku harap kamu percaya padaku.”

Zera merasa bersalah, tetapi rasa takutnya terlalu besar untuk diabaikan.

***

Beberapa hari kemudian, Bara mengajak Zera bertemu di sebuah taman kecil di dekat apartemennya. Zera datang dengan perasaan campur aduk, tidak tahu apa yang akan dibicarakan Bara.

“Aku ingin jujur sama kamu,” kata Bara, membuka percakapan.

Zera menahan napas. “Tentang apa?”

“Aku merasa kamu tidak sepenuhnya percaya padaku,” ujar Bara dengan nada lembut. “Dan aku mengerti, mungkin ada alasan di balik itu. Tapi aku ingin tahu, apa yang membuatmu sulit percaya?”

Pertanyaan itu membuat Zera terpaku. Ia tidak pernah membayangkan Bara akan langsung menghadapinya seperti ini. Perlahan, ia mulai bercerita tentang Aldo, tentang pengkhianatan yang menghancurkan kepercayaannya.

“Aku takut, Bara,” kata Zera akhirnya. “Aku takut kamu akan menjadi seperti dia. Aku tidak tahu bagaimana cara mempercayai lagi.”

Bara mendengarkan dengan sabar, tanpa menyela. Ketika Zera selesai, ia berkata, “Aku bukan Aldo, Zera. Aku tidak tahu apa yang dia lakukan padamu, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku di sini untuk membuktikan kalau tidak semua orang seperti itu.”

Mendengar kata-kata itu, hati Zera terasa sedikit lebih ringan. Namun, ia tahu perjalanan untuk membangun kepercayaan tidak akan mudah.

***

Setelah percakapan itu, Zera berusaha untuk memberi Bara kesempatan. Ia mencoba menahan diri setiap kali rasa curiga muncul, meskipun itu tidak selalu mudah.

Di sisi lain, Bara juga berusaha keras untuk menunjukkan bahwa ia bisa dipercaya. Ia selalu memberitahu Zera ke mana ia pergi dan dengan siapa ia bertemu, bukan karena Zera memintanya, tetapi karena ia ingin Zera merasa nyaman.

“Aku tidak ingin kamu merasa sendirian dalam hubungan ini,” kata Bara suatu malam.

Perhatian Bara membuat Zera merasa dihargai, tetapi ia tahu bahwa kepercayaan sejati hanya bisa datang dari dalam dirinya sendiri.

***

Suatu hari, Bara harus pergi ke luar kota untuk sebuah proyek besar. Ia memberi tahu Zera jauh-jauh hari dan berjanji akan tetap menghubunginya. Namun, di hari keberangkatan Bara, Zera merasa gelisah.

Ketika Bara tidak membalas pesannya selama beberapa jam, Zera mulai panik. Ia membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi, meskipun tidak ada alasan yang jelas untuk mencurigai Bara.

Namun, sebelum Zera sempat melanjutkan spekulasinya, teleponnya berbunyi. Itu adalah panggilan video dari Bara.

“Maaf, aku baru bisa menelepon,” kata Bara dengan senyum lelah di wajahnya. “Tadi sibuk banget di bandara.”

Melihat wajah Bara dan mendengar suaranya, Zera merasa lega. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa rasa takutnya berasal dari luka masa lalu, bukan dari apa yang dilakukan Bara.

***

Seiring berjalannya waktu, Zera mulai merasa lebih tenang. Ia belajar untuk menghadapi rasa takutnya dengan lebih rasional, dan Bara terus membantunya dengan kesabaran dan pengertian.

Hubungan mereka tidak sempurna, tetapi keduanya berusaha untuk saling mendukung. Bara tahu bahwa Zera membutuhkan waktu untuk benar-benar percaya, dan Zera tahu bahwa Bara layak mendapatkan usahanya untuk sembuh.

Suatu malam, ketika mereka duduk bersama di balkon apartemen Zera, Bara berkata, “Aku tahu ini tidak mudah untukmu. Tapi aku ingin kamu tahu, aku ada di sini untuk jangka panjang.”

Zera tersenyum dan menggenggam tangan Bara. “Terima kasih sudah sabar denganku. Aku akan terus mencoba mempercayaimu.”

***

Kisah Zera dan Bara menunjukkan bahwa trust issue bukanlah sesuatu yang bisa diatasi dalam semalam. Dibutuhkan usaha, kesabaran, dan keberanian untuk menghadapi rasa takut. Tetapi ketika kepercayaan mulai tumbuh, hubungan itu menjadi lebih kuat dan bermakna.

Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Zera merasa bahwa ia akhirnya bisa melangkah maju, meninggalkan bayangan masa lalu, dan membuka hati untuk cinta yang baru.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *